Back to Top

Sejarah Perkembangan Bisnis Syariah

Panduan Islam Panduan Islam
Maret 07, 2022
1 Komentar
Beranda
Sejarah Perkembangan Bisnis Syariah

Ahmad Nilnal Muna Chifdhil Ula

1. Masa Rosulullah

Munculnya Islam di Makkah pertama kali dengan ditandai turunnya ayat Al Qurán pertama sekaligus sebagai bukti diangkatnya Muhammad sebagai utusan Allah merupakan babak baru dalam sejarah peradaban umat manusia. Meskipun saat masih di Makkah Rasullah saw lebih berkonsentrasi untuk menguatkan pondasi akidah kaum muslimin sehingga Rasulullah di Makkah seakan hanya berposisi sebagai pemuka agama. Namun ketika rasul sudah berpindah hijrah ke Madinah Rosulullah SAW mulai membangun sektor ekonomi.

Permasalahan ekonomi yang dibangun Rasulullah di Madinah dilakukan setelah menyelesaikan urusan politik dan masalah konstitusional. Rasulullah meletakkan sistem ekonomi dan fiskal negara sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Al-Qur’an telah meletakkan dasar-dasar ekonomi.

Prinsip Islam yang dapat dijadikan poros dalam semua urusan duniawi termasuk masalah ekonomi adalah kekuasan tertinggi hanyalah milik Allah swt. semata (QS, 3: 26, 15:2, 67:1) dan manusia diciptkan sebagai khalifah-Nya di muka bumi (QS, 2:30, 4:166, 35:39), sebagai pengganti kholifah Allah di muka bumi, Allah melimpahkan urusan bumi untuk dikelola manusia sebaik-baiknya.

Dalam sistem ekonominya, Islam mengakui kepemilikan pribadi, Dalam mencari nafkah kaum muslimin berkewajiban mencara nafkah yang halal dan dengan cara yang adil. Rasulullah pun menganjurkan mencari nafkah yang baik adalah melalui perniagaan dan jual beli. Dalam berniagaan Rasulullah melarang mencari harta kekayaan dengan cara-cara yang ilegal dan tidak bermoral. Islam tidak mengakui permbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas kesulitan orang lain.

Di sisi lain, terdapat pula cara-cara perniagaan yang dilarang oleh Islam, misalnya judi, menimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar gelap, korupsi, bunya, riba dan aktivitas-aktivitas yang sejenisnya Pada zaman Rasulullah, sudah mulai ditanamkan larangan pembungaan uang atau riba, sebagaimana yang biasa oleh orang- orang Yahudi di Madinah. Islam benar-benar menentang praktik- praktik tidak fair dalam perekonomian tersebut. Karena riba didasarkan atas pengeluaran orang dan merupakan eksploitasi yang nyata, dan Islam melarang bentuk eksploitasi Al-Qur’an pun menyebut, “Dan apa yang kamu berikan sebagai tambahan (riba) untuk menambah kekayaan manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah” (QS, 30: 39). Pada masa Rosulullah beliau mendirikan Al Hisbah yakni sebuah isntitusi yang bertugas sebagai pengawas pasar serta mendirikan Baitul mal yakni sebuah isntitusi yang bertindak sebagai pengelola keuangan negara. Baitul Mal menjadi institusi yang memegang peranan penting dalam perekonomian termasuk dalam kebijakan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat. Zakat dan Ushr merupakan sumber pendapatan pokok, sementara untuk non muslim nabi memungut jizyah sebagai bentuk kontribusi penyelenggaraan negara dan bentuk jaminan keamanan mereka. Selain sumber pendapatan pokok tersebut terdapat juga beberapa sumber pendapatan lain meskipun jumlahnya tidak terlalu besar. Sumber lain tersebut diantaranya tebusan tawaran perang, pinjaman dari kaum muslimin yang kaya,rikaz atau harta karun yang terpendam, wakaf dan juga kaffarat.

2. Masa Khulafa’ al-Rasyidin

a. Abu Bakar

Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah pertama. Masa pemerintahan Abu Bakar tidaklah berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam kepemimpinannya yang terhitung singkat tersebut Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negerinya, di antaranya kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang membayar zakat. Sehingga praktis masa kepemimpinannya tersita waktunya untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan kemurtadan) Meskipun terkonsentrasi untuk memerangi murtaddin namun dimasa abu bakar ini sudah dibentuk adanya Baitul Mal. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarganya diurus oleh kekayaan dari Baitul Mal ini. Abu Bakar diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul Mal. Dalam menjalankan pemerintahan dan roda ekonomi masyarakat Madinah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Abu Bakar juga mengambil langkah-langkah yang strategis dan tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui (a’rabi) yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan membayar zakat sepeninggal Rasulullah saw. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijakan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum Muslimin hingga tidak ada yang tersisa Prinsip yang digunakan Abu Bakar dalam mendistribusikan harta baitul mal adalah prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah saw. dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian hak yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan.

b. Masa Umar bin Khattab

Pemerintahan khalifah umar berlangsung kurang lebih selama sepuluh tahun. Pada masa Umar ini banyak daerah-daerah disekitar Arab telah dikuasai Islam, termasuk diantaranya daerah Persia dan Romawi (Syiria, Palistina dan Mesir). Atas keberhasilannya dalam menaklukkan dan menguasai wilayah-wilayah yang diluar wilayah jazirah Arabia ini, Umar dijuluki sebagai The Saint Paul of Islam Sebagai khalifah kedua banyak hal yang menjadi kebijakan Umar terkait dengan perekonomian masyarakat Muslim pada waktu itu, di antaranya: Pertama, pendirian Lembaga Baitul Mal. Seiring dengan perluasan daerah dan memenangi banyak peperangan, pendapatan kaum muslimin mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan suatu ketika Abu Hurairah yang merupakan gubernur Bahrain pernah membawa 500.000 Dirham yang merupakan hasil pajak kharaj untuk diserahkan kepada khalifah umar. Peningkatan pendapatan kaum muslimin yang signifikan tersebut tentunya memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya, agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif dan efisien. Menyikapi kenaikan pendapatan tersebut khalifah umar pun bermusyawarah denga para pemuka sahabat, hasil dari musyawarah itu diputuskan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, akan tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat didasarkan atas musyawarah. Dalam pemerintahan Khalifah Umar, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan Khalifah merupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta Baitul Mal. Namu demikian, Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan pribadi. Kedua, Pajak Kepemilikan tanah (Kharaj). Pada zaman Khalifah Umar, telah banyak perkembangan admistrasi dibanding pada masa sebelumnya. Misal, kharaj yang semula belum banyak di zaman Rasulullah tidak diperlukan suatu sistem administrasi. Sejak Umar menjadi Khalifah, wilayah kekuasan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Dari berbagai perdebatan dan musyawarah itu akhirnya Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah-tanah tersebut sebagai fai, dan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus yang akan datang.

c. Masa Utsman bin Affan Utsman bin Affan

merupakan khalifah ketiga setelah wafatnya Umar bin Khatab. Perluasan daerah kekuasaan Islam yang telah dilakukan secara masif pada masa Umar bin Khattab diteruskan oleh Utsman bin Affan. Setelah negera-negara tersebut ditaklukkan, pemerintahan Khalifah Utsman menata dan mengembangkan sistem ekonomi yang telah diberlakukan oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman mengadakan empat kontrak dagang dengan negara-negara taklukan tersebut dalam rangka mengembangkan potensi sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon-pohon, buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Utsman membentuk armada laut kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi kelautannya di wilayah Mediterania. Khalifah Utsman bin Affan mengambil suatu langkah kebijakan yakni tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia justru ikut meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan dia juga menyimpan uangnya di bendahara negara. Kebijakan lain yang dilakukan Utsman terkait perekonomian adalah dengan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam hal pengeloaan zakat, Utsman mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum zakat. Di sisi lain, Utsman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Jika ditelaah lebih lanjut Ada perbedaan antara kebijakan fiskal Khalifah Utsman bin Affan dengan sebelumnya. ia tidak menyerahkan tingkat harga sepernuhnya kepada pada pengusaha, tetapi berusaha untuk tetap memperoleh informasi yang akurat tentang kondisi harga di pasaran, bahkan terhadap harga dari suatu barang yang sulit dijangkau sekalipun. Utsman bin Affan berusaha mendiskusikan tingkat harga yang sedang berlaku di pasaran dengan seluruh kaum Muslimin di setiap selesai melaksanakan shalat berjamaah

d. Masa Ali bin Abi Thalib Ali bin Abi Thalib

Merupakan khalifah keempat menggantikan Utsman bin Affan yang terbunuh. Khalifah Ali merupakan salah satu khalifah yang sederhana, ia dengan suka rela menarik dirinya dari daftar penerima bantuan Baitul Mal (kas negara), selain itu dia juga memberikan sumbangan sejumlah 5000 dirham setiap tahunnya untuk kas negara. Khalifah Ali merupakan sosok pemimpin yang sangat sederhana dan dia juga sangat ketat dan rigit dalam hal menjalankan keuangan negara. Di antara kebijakan ekonomi pada masa pemerintahannya yakni dia menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan juga mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, untuk memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan. Selain itu Ali juga dikenal sangat memperhatikan kesejahteraan para tentara islam terlebih terkait dengan gaji angkatan laut. Keistimewaan khalifah Ali dalam mengatur strategi pemerintahan selanjutnya adalah terkait dengan masalah admistrasi umum dan masalah- masalah yang berkaitan dengannya yang dia susun secara rapi. Konsep penataan administrasi ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits. Surat yang panjang tersebut antara lai mendekripsikan tugas, kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksaaan dispensasi keadilan serta pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan staf-stafnya. Dalam surat itu juga disebutkan kelebihan dan kekuarangn para jaksa, hakim, dan abdi hukum lainnya; selain itu juga menjelaskan pendapatan pegawai admisitrasi dan pengadaan perbendaharaan. Dalam suratnya juga disebutkan bagaimana berhubungan dengan masyarakat sipil, lembaga peradilan dan angkatan perang. Selanjutnya, Ali menekankan Malik agar lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga dan diharapkan berkomunikasi langsung dengan masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-orang miskin

3. Masa Ulama’ dan Pemikir Muslim

Perkembangan pemikiran terkait ekonomi Islam dari sejak masa nabi Muhammad sampai sekarang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 6 tahapan penting, tahapan tersebut meliputi.

Tahap pertama (632-656 M)

Yaitu pada masa Rasulullah SAW.

Tahap kedua (656-661 M)

Yaitu pemikiran ekonomi Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

Tahap ketiga (738-1037 M)

Yaitu para pemikir Islam di periode awal seperti Zayd bin Ali, Abu Hanifa, Abu Yusuf, Abu Ubayd, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan pemikir ekonomi Islam lainnya

pada periode awal. Zaid bin Ali merupakan ulama yang memperbolehkan penjualan suatu komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Zaid adalah penggagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Menurutnya penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip saling ridha antara kedua belah pihak. Kasus yang biasa terjadi adalah pembelian barang secara kredit atau transaksi yang pembayarannya ditangguhkan. Dalam kasus ini harga yang lebih tinggi yang ditentukan oleh penjual (jika pembeli menangguhkan pembayaran dengan mencicil) adalah sebagai kompensasi kepada penjual karena memberikan kemudahan kepada pembeli dalam melakukan pembayaran.

Diantara tokoh periode awal lainnya yakni Abu Hanifah, dia sendiri bernama lengkap Al-Nu’man ibn Sabit bin Zauti, beliau merupakan seorang Ahli dalam hukum Islam yang dilahirkan di Kuffah pada tahun 699 M yakni semasa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan Abu Hanifah sendiri merupakan seorang non-Arab keturunan Persia. Kesibukan Abu Hanifa terutama pada kegiatan perdagangan, ia terkenal sangat jujur. Abu Hanifah lebih dikenal sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionalistis, diantara kitab karangannnya yakni Al Fiqh Al Akbar dan Al Makharif Fi AL Fiqh. Abu Hanifah menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah terkait dengan salam (pesanan), yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifah mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderung mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi harus tersedia dipasar selama waktu kontrak dan pengiriman.

Diantara tokoh periode pertama berikutnya yakni Abu Ubaid Al Qasim, beliau merupakan penulis buku yang berjudul Al Amwal yang didalamnya berisikan bahasan tentang hak dan kewajiban negara , serta penjelasan terkait dengan pengumpulan dan penyaluran zakat, khmuz , kharja, fai dan berbagai sumber penerimaan lainnya. Buku ini kaya dengan paparan sejarah ekonomi negara islam pada masa dua abad sebelumnya selain juga merupakan compendium yang autentik tentang kehidupan ekonomi negara islam pada masa rasulullah.

Tahap keempat atau periode kedua (1058-1448 M).

Pemikir ekonomi Islam periode ini diantaranya yakni Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnu Mas’ud, Jalaluddin Rumi, Ibnu Rusyd dan pemikir ekonomi Islam lainnya yang hidup pada masa ini. Alghazali merupakan salah satu pemikir ekonomi islam pada periode kedua, dia dikenal lewat kitabnya Ihya’Ulumuddin yang fenomenal. Bahasan ekonomi Al Ghazali mencakup aspek yang sangat luas dan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi masalah pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang serta peranan negara dan keuangan public. Al Ghozali juga banyak menyoroti kegiatan bisnis yang dilarang dalam pandangan islam seperti halnya riba, penimbunan barang untuk kepentingan individual serta korupsi dan penindasan. Al Ghozali juga mengatakan bahwa pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak melebihi ketentuan syariat, kecuali jika sangat terpaksa. Selain Al Ghazali diperiode kedua dikenal juga seorang pemikir muslim berama Ibnu Taimiyah, dia merupakan seorang fuqoha pengarang kitab Al hisbah fil Islam. Dia Banyak membahas problematka ekonomi yang dibahas saat itu dalam tinjauan social maupun fikih.

Ibnu Taimiyah telah membahas peranan ‘market supervisor”dan lingkup dari peranan negara antara lain :

  • Negara harus mengimplementasikan aturan main yang islami sehingga produsen, pedagang dapat bertransaksi dengan jujur dan fair.
  • Negara harus menjamin pasar berjalan dengan bebas terhindar dari praktek pemaksaan, manipulasi dan eksploitasi.
  • Negara bertanggung jawab atas kebutuhan dasar rakyat.

Tahap kelima atau periode ketiga (1446-1931 M)

Dalam periode ketiga ini muncul pemikir muslim yang juga concern dalam masalah ekonomi islam, diantaranya yaitu Shah Waliyullah Al-Delhi dan Muhammad Iqbal. Shah waliyullah ad dahlawi dalam kitabnya Hujjah Al Balighah menjelaskan rasionalitas dari aturan syariat islam bagi perilaku manusia dan pembangunan masyarakat. Ia berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial, kesejahteraan manusia terletak pada kerjasama yang terjadi dalam berbagai bentuk seperti tukar menukar, kontrak bagi hasil pembagian hasil panen dan berbagai kerjasama lainnya. Dia jiga membicarakan tentang factor produksi yaitu sumber alam, khususnya tanah, yang menurutnya harus dibagi secara adil. Shah waliyullah juga mengatakan bahwa perekonomian hanya dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan dengan administrasi yang efektif dan efisien.

Tokoh periode ketiga berikutnya yakni Muhammad Iqbal, pemikiran Iqbal tentang ekonomi tidak berkaitan dengan teknis ekonomi tetapi berupa konsep umum yang prinsipil. Dalam bukunya Puisi dari timur dia merespon terhadap kapitalisme dan reaksi ekstrim komunisme. Baginya keduanya memiliki kelemahan sehingga dia berusaha menawarkan konsep islam yang moderat dengan konsep zakat sebagai posisi yang strategis untuk menciptakan masyarakat yang adil , karena itu inti pokok pemikiran Iqbal adalah keadilan sosial

Tahap keenam atau periode lanjut (1931 M - sekarang)

Pada periode ini dikenal beberapa nama pemikir islam diantaranya yaitu Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf, Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra dan tokoh ekonomi Islam pada masa sekarang. Periode Tahun 1930-an ini merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong fenomena ini.

Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya tulisan para ulama yang menyoroti berbagai persoalan sosial ekonomi dari perspektif Islam, hal tersebut kemudian memicu para ekonom muslim untuk mengembangkan lebih lanjut aspek-aspek tertentu dalam perekonomian yang kemudian diikuti dengan pendirian institusi ekonomi yang berbasis syariah Islam. Saat ini upaya untuk membangun teori ekonomi Islam ke dalam bangunan ilmu yang integral pun tengah dilakukan.

Pada periode 1930an ini juga dikenal beberapa fase dalam perkembangan pemikiran ekonimi islam dengan rincian sebagai berikut

Fase pertama

  • Pertengahan 1930an muncul analisis masalah ekonomi social dari sudut Syariah islam
  • Wujud kepedulian terhadap dunia islam yang dikuasai oleh negara barat.
  • Kebanyakan analisis ini berasal dari ulama yang tidak memeiliki Pendidikan formal dibidang ekonomi
  • Langkah mereka membuka kesadaran baru tentang perlunya perhatian serius terhadap masalah social ekonomi

Fase kedua

  • Pada tahun 1970an : pengembangan aspek tertentu dalam ekonmi islam
  • Terutama dari sisi moneter
  • Banyak pembahasan tentang bunga dan riba
  • Menawarkan alternative penggganti bunga
  • Konferensi internasional 1 di Makkah tahun 1976
  • Konferensi internasional tentang islam dan ekonomi di London 1977

Fase ketiga

  • Upaya praktikal operasional dalam merealisasikan perbankan islam di sector public / swasta
  • Bank Islam banyak didirikan di negara muslim / non muslim
  • Kekurangan dan kelemhan bank islam terus disempurnakan

Fase keempat

  • Pembahasan yang lebih integral dan komprehensif terhadap teori dan praktek ekonomi islam
  • Keguncangan dalam system ekonomi konvensional, tantangan dan peluang bagi implementasi ekonomi islam
  • Upaya yang berkesinambungan untuk mengaplikasikan teori ekonomi islam

Penulis blog

  1. Unknown
    Unknown
    10 April 2022 pukul 19.52
    What are the best bonuses in casinos with slots? - Lo-Go
    Find out which online gri-go.com casino has the best slots to play and herzamanindir.com/ how to claim the best welcome bonuses! Learn how to claim https://access777.com/ the www.jtmhub.com casino worrione.com welcome bonus in