Back to Top

Makanan Halal

Panduan Islam Panduan Islam
Maret 20, 2022
0 Komentar
Beranda
Makanan Halal


Ahmad Nilnal Muna Chifdhil Ula 

A. Devinisi Halal Thoyyiban

Para ulama fiqih memiliki argumentasi yang cukup beragam seputar kriteria halal suatu barang, termasuk di dalamnya persoalan apa yang baik (thayyiban) dan tidak baik untuk dikonsumsi. Diskusi berikut lebih diutamakan untuk produk konsumsi berupa makanan, minuman dan obat.   Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk konsumsi barang yang halâlan thayyiban. Perbedaan pendapat ulama dalam memeknai istilah ini berdampak pada perbedaan mereka dalam menentukan kriteria halal-thayyib. Kita sering sekali mendengar bahwa Muslim mesti mengonsumsi barang yang halalan thayyiban. Sebagian orang memahaminya dalam artian “halal lagi baik”. Dengan kian meningkatnya perhatian sebagian masyarakat Muslim pada kehalalan apa yang mereka konsumsi maupun perihal muamalah yang dikerjakan, memahami maksud halalan thayyiban menjadi penting guna membentuk cara beragama yang bijak. 

Halal dalam perkara makanan maupun barang konsumsi lainnya, menurut Mu’jam al Wasith adalah barang yang tidak haram, mengonsumsinya tidak dilarang agama. Setidaknya, keharaman bisa dibagi menjadi dua aspek. Pertama, haram secara dzat atau secara materi telah dinyatakan haram oleh syariat, seperti babi, bangkai, dan darah. Kedua, haram bukan secara dzat-nya, tapi bisa dari cara membeli, memperoleh, atau mengolah barang tersebut.   

Sedang makna thayyib, menurut keterangan Syekh Ar-Raghib al-Isfahani dalam Mu’jam Mufradat li Alfadhil Qur’an menyebutkan bahwa thayyib secara umum artinya adalah “sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa”. Kata ini merupakan derivasi dari kata thâba – yathîbu – thayyiban. Beberapa makna kata ini adalah “suci dan bersih”, “baik dan elok”, “enak”, serta dalam konteks fiqih, thayyib kadang dimaknai sebagai halal juga.   Dalam Al-Qur’an kata thayyib banyak disebutkan dalam berbagai bentuk kata, yaitu dengan lafal thayyiban, thayyibah, dan thayyibât. Salah satu ayat yang menyebutkan halalan thayyiban adalah QS al-Baqarah ayat 168:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَات الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مبين

Artinya: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian” (QS al-Baqarah: 168).   

Perlu diketahui, makna ‘baik’ dari lafal thayyib ini masih diperdebatkan oleh ulama. Apa kriteria yang menyebabkan suatu barang dipandang ‘baik’? Dalam hal ini, beberapa ulama, khususnya kalangan ahli tafsir, berbeda pendapat. Beberapa tafsir menyatakan dari perspektif kebahasaan, bahwa kata thayyib adalah halal itu sendiri. Jadi keharusan konsumsi makanan halal itu dikuatkan lagi dengan kata thayyiban setelahnya.   Selain itu, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari menyebutkan dalam karyanya Jami’ Al Bayan fi Ta’wil Ay al Qur’an menyebutkan bahwa maksud kata thayyiban adalah suci, tidak najis lagi tidak haram. 

Imam Ibnu Katsir Dalam Tafsir Al-Qur’an al ‘Adhim sedikit berbeda, beliau menyatakan bahwa penjelasan mengenai halalan thayyiban dalam Surat al-Baqarah adalah sebagai berikut:

   مستطابا في نفسه غير ضار للأبدان ولا للعقول   “Sesuatu yang baik, tidak membahayakan tubuh dan pikiran” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al ‘Adhim, Sedangkan Imam Al-Qurthubi, dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an memaparkan bahwa kata halalan merupakan objek (maf’ul) dan kata thayyiban merupakan penjelas (hâl) dari objek tersebut. Jadi status halal diperlukan karena ia inhilal (membebaskan) dari larangan yang ada untuk mengonsumsi sesuatu. 

Kemudian thayyib, merujuk kepada Imam al-Syafi’i, adalah sesuatu yang lezat dan layak untuk dikonsumsi.   KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya menjelaskan bahwa pemaknaan produk yang thayyib dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:   

Pertama, thayyib semakna dengan halal – ia mesti tidak diharamkan oleh nash, suci secara substantif, serta tidak najis.   

Kedua, produk ini tidak membahayakan tubuh, akal, maupun jiwa saat dikonsumsi, sebagaimana pendapat Imam Ibnu Katsir.   

Ketiga, makanan atau minuman tersebut dinilai enak dan layak konsumsi.   

B. Karakteristik makanan halal

Dalam ajaran Islam, semua jenis makanan dan minuman pada dasarnya adalah halal, kecuali hanya beberapa saja yang diharamkan. Yang haram itupun menjadi halal bila dalam keadaan darurat.  Sebaliknya, yang halal pun bisa menjadi haram bila dikonsumsi melampaui batas. 

Makanan atau minuman yang haram secara dzatnya

Disebutkan dibeberapa literatur fikih bahwa ada beberapa kriteria makanan yang haram yakni:

1. Semua Hewan yang ada nash keharamannya dalam Al Qurán termsuk darah

قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.

2. Semua hewan buas yang bergigi taring dan semua burung yang berkuku tajam/kuat, adalah haram dimakan.

قوله : ( نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن كل ذي ناب من السباع ، وكل ذي مخلب من الطير ) ، وفي رواية : كل ذي ناب من السباع فأكله حرام ) المخلب : بكسر الميم وفتح اللام ، قال أهل اللغة : المخلب للطير والسباع بمنزلة الظفر للإنسان .

في هذه الأحاديث دلالة لمذهب الشافعي وأبي حنيفة وأحمد وداود والجمهور أنه يحرم أكل كل ذي ناب من السباع وكل ذي مخلب من الطير ، وقال مالك : يكره ولا يحرم ، قال أصحابنا : المراد بذي الناب ما يتقوى به ويصطاد ، واحتج مالك بقوله تعالى : قل لا أجد فيما أوحي إلي محرما الآية ، واحتج أصحابنا بهذه الأحاديث قالوا : والآية ليس فيها إلا الإخبار بأنه لم يجد في ذلك الوقت محرما إلا المذكورات في الآية ، ثم أوحي إليه بتحريم كل ذي ناب من السباع ، فوجب قبوله والعمل به .

3. Semua hewan yang dianggap baik oleh orang arab maka halal dimakan kecuali hewan yang telah diharamkan oleh syare'at


 فصل وكل حَيَوَان استطابته الْعَرَب فَهُوَ حَلَال إِلَّا مَا ورد الشَّرْع بِتَحْرِيمِهِ

4. Hewan-hewan yang buruk atau menjijikkan maka haram hukumnya, semisal ular, kala jengking, kera, kutu dan semacamnya.

وَأما مَا يستخبث فكثير جدا مِنْهَا الْحَيَّات والعقارب والخنافس وَنَحْوهَا كالقراد وَالْقمل وَنَحْو ذَلِك لِأَنَّهَا من الْخَبَائِث قَالَ الله تَعَالَى {وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِم الْخَبَائِث} وَالله أعلم

5. Hewan air jika dia keluar dari air tidak bisa hidup kecuali seperti hidupnya hewan yang disembelih maka hukumnya halal dan tidak butuh untuk disembelih, walaupun hewan air tersebut tidak bebentuk seperti ikan, kecuali buaya, kalau buaya haram hukumnya.


 (فرع)حَيَوَان الْبَحْر إِذا خرج مِنْهُ مَالا يعِيش إِلَّا عَيْش الْمَذْبُوح كالسمك بأنواعه فَهُوَ حَلَال وَلَا حَاجَة إِلَى ذبحهوَسَوَاء مَاتَ بِسَبَب ظَاهر كصدمة أَو ضرب الصياد أَو غَيره أَو مَاتَ حتف أَنفه وَأما مَا لَيْسَ على صُورَة السموك الْمَشْهُورَة فَفِيهِ ثَلَاث مقالات أَصَحهَا الْحل وَنَصّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي وَاحْتج بِهِ بِعُمُوم قَوْله تَعَالَى {أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ} وَبِقَوْلِهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم الْحل ميتَته وَقد نَص الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ على أَنه قَالَ يُؤْكَل فار المَاء خِنْزِير المَاء قَالَ النَّوَوِيّ فِي أصل الرَّوْضَة الْأَصَح أَن السّمك يَقع على جَمِيعهَا فعلى الصَّحِيح هَل يشْتَرط الذَّكَاة الرَّاجِح لَا وَتحل ميتَته كالسمك وَاحْتج لذَلِك بقول الصّديق رَضِي الله عَنهُ كل دَابَّة تَمُوت فِي الْبَحْر فقد ذكاها الله تَعَالَى لكم نعم قَالَ الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ إِن كَانَ فِيهِ مَا يطول خُرُوج روحه كإبل المَاء وبقره لم يكره ذبحه إراحة لَهُ وَيسْتَثْنى من ذَلِك التمساح لِأَنَّهُ يتقوى بنابه وَالله أعلم

6. Minuman keras Khamr dan segala sesuatu yang membukkan

Makanan yang haram karena cara prosesnya

Makanan yang halal tetapi  bila diproses dengan cara yang tidak  halal, maka menjadi haram. Memproses secara tidak halal itu bila dilakukan:

a. Penyembelihan hewan  yang  tidak  dilakukan  oleh  seorang muslim

b. Penyembelihan dipersembahkan kepada berhala

c. Penyembelihan tidak sempurna, tidak memutus marí’dan hulqum

d. Makanan yang tercemar dengan bahan tidak halal

Makanan yang haram karena Cara Memperolehnya

Makanan yang secara dzatnya halal namun diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syara’maka hukumnya juga menjadi haram. 


Penulis blog